Medium is the message”, demikian petuah Marshall McLuhan 50 tahun yang lalu. Meski lima dekade telah berlalu, petuah Sang “Nabi budaya” itu masih terus kita buktikan kebenarannya sampai hari ini. McLuhan yang membawa “risalah” determinisme teknologi, mengajarkan bahwa teknologi mengubah cara kita berperilaku. Kita menciptakan teknologi dan kemudian pada gilirannya teknologi menciptakan kembali diri kita. Teknologi dan manusia adalah sebuah simbiosis yang aneh tapi nyata.

Teknologi yang paling menarik perhatian McLuhan adalah teknologi media. Teknologi ini dibahas dalam dua karyanya: “Understanding Media” dan “The Making of Typographic Man”.  Media dalam definisi McLuhan menjadi sangat luas—satu hal yang dikritik banyak ilmuwan komunikasi disamping gaya menulisnya yang nyentrik. Namun, lepas dari kritikan tersebut, McLuhan berhasil membedah sejarah kemanusiaan berdasarkan perkembangan media: era tribal (kesukuan), era literasi, era cetak dan era elektronik.  Read the rest of this entry »

Kapan pertama kali kamu jatuh cinta? Kalau saya sih, waktu TK, sama guru TK saya yang saya sudah lupa namanya. Tapi saya bukan mau cerita itu. Saya mau cerita bahwa saya pernah jatuh cinta tanpa saya sadari. Jatuh cinta pada majalah yang namanya TEMPO. Memang sungguh-sungguh enak dibaca walaupun saya tak tahu perlunya untuk apa. Dan saya baru sadar itu namanya jatuh cinta, belasan tahun kemudian. Ya sekarang ini.

Kamu bayangkan seorang anak laki-laki SD yang badannya ringkih, ditiup angin pun melambai. Anak itu dilarang keluar rumah kecuali untuk sekolah (dan untungnya juga untuk ulang tahun teman-temannya). Teman bermainnya di rumah hanya seorang anak perempuan, ya itu adiknya, yang yaaah, dia sudah lupa hobinya apa. Mungkin saking tidak menariknya hobi adiknya itu.

Suatu hari di tengah kebosanannya dia memutuskan untuk melihat-lihat isi lemari bapaknya. Ada buku-buku tebal dan besar yang lebih besar dari semua buku pelajaran yang pernah dilihatnya. Sampulnya keras, ada foto dan tulisannya. Ada juga yang kelihatan seperti buku-buku yang dijahit dengan bahan kain celana panjang bapaknya dan benang kasur. “Itu namanya bundel majalah”, kata bapaknya, yang tampaknya memang senang mengumpulkan buku-buku itu. “Tapi itu bacaan orang besar,” tambah bapaknya. Orang besar itu maksudnya orang dewasa. Read the rest of this entry »

kusangka waktu berhenti
guguran daun diam mengambang
enggan memijak bumi
tiap helainya terbuai dekapan angin sore

kusangka waktu berhenti
sepotong cheese cake tersangkut
lembut, gurihnya membalut lidah
tak habis-habisnya melumeri hati

kusangka waktu berhenti
sembilu duka yang mengiris hati
tak tega mengoyak lebih lebar
perih di dada sembuh sebentar

O Sang Kala
apa gerangan
tumbal yang kau minta
untuk semua kemewahan ini

ke mana perginya arusmu
yang tanpa ampun
selalu menggerus! selalu menghapus!
menyisakan tanya dan sangka

“Wahai Sang Pengelana
arus ku tak kenal henti
mengantar semua yang berawal
menemui akhir di lautan kekekalan

kembalilah, susuri takdirmu
jumpai perpisahan, tinggalkan perjumpaan
pungutlah bekal untuk pelayaran panjang
dari jernihnya makna yang kau reguk

karena bukan waktu yang berhenti
tapi jam dindingmu yang mati”